Suatu hari menjelang akhir
tahun, seorang manajer penjualan sebuah perusahaan memerlukan untuk duduk
beberapa saat dan memikirkan seberapa baik performance atau kinerja
para anak buahnya selain pencapaian penjualan yang telah dibukukan.
Setelah duduk lebih dari satu jam sang manajer masih belum bisa menuliskan
pencapaian kinerja anak buahnya selain pencapaian penjualan. Karena
kesulitan mengingat masing-masing kinerja para anak buahnya, akhirnya yang
dilakukan adalah mengingat interaksi terakhir yang dilakukan oleh para salesman
dengan dirinya. Mereka yang terakhir berinteraksi positif dengan sang
manajer dalam waktu dekat akan dinilai memiliki kinerja yang cukup
positif.
Hal tersebut diatas sering dialami
tidak hanya oleh manajer penjualan saja, tetapi juga dialami oleh manajer
operasi, manajer pembelian dan juga hampir sebagian besar manajer.
Terutama manajer yang perusahaannya belum memiliki sistem pengelolaan kinerja
individu yang baku atau individual performance management system.
Selain itu juga beberapa orang didalam perusahaan, terutama manajer lini
diluar manajer sumber daya manusia menganggap bahwa pengelolaan kinerja
individu hanyalah berupa aktifitas penilaian kinerja (performance appraisal)
diakhir tahun yang dilakukan oleh atasan kepada bawahannya. Padahal
pengelolaan kinerja lebih luas dibandingkan dengan sekedar penilaian kinerja
akhir tahun. Pengelolaan kinerja karyawan juga memberikan dampak
langsung terhadap pencapaian kinerja organisasi.
Konsep individual performance
management system mestinya terdiri atas tiga fase. Fase pertama
adalah fase perencanaan kinerja. Fase kedua adalah bagaimana
mengelolanya dan fase ketiga atau fase terakhir baru berbicara mengenai
penilaian kinerja. Ketiga fase tersebut semuanya harus melibatkan
para manajer lini.
Fase pertama berupa perencanaan
kinerja dimulai dari bagaimana individu-individu didalam organisasi sebagai
penggerak pencapaian strategi perusahaan di berdayakan secara maksimal.
Sehingga strategi menjadi ”everybody’s job”. Fase
perencanaan kinerja intinya adalah fase pencapaian kesepakatan antara atasan
dan bawahan untuk menyelaraskan sasaran bawahan dengan sasaran
organisasi. Fase ini disebut juga dengan fase “setting
individual goal & objective”.
Fase kedua adalah fase mengelola
kinerja. Pada fase ini yang pertama kali dilakukan monitoring dan review
pada waktu-waktu tertentu hasil kinerja sementara karyawan untuk dilihat apakah
terjadi gap antara target yang ditetapkan dengan pencapaian target
sementara. Apabila terjadi gap maka sang atasan akan melakukan beberapa
langkah berupa feedback, coaching, maupun counseling agar gap
antara target dan pencapaian semakin kecil atau sebisa mungkin dihilangkan.
Sehingga diharapkan apabila kinerja individu tercapai maka kinerja organisasi
untuk mengimplementasikan strateginya bisa tercapai.
Fase ketiga adalah evaluasi kinerja
, yaitu kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara orang yang
menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk mendiskusikan apa
yang mereka harapkan dari satu sama lain dan seberapa jauh harapan ini
dipenuhi. Aspek-aspek yang dibahas dalam evaluasi kinerja antara lain:
kinerja karyawan , pengembangan karyawan , umpan balik dari karyawan tentang
hubungan dengan manajer dan organisasi , serta aspirasi karyawan. Manfaat
dari evaluasi kinerja adalah adalah; memberikan umpan balik yang berharga
tentang pekerjaan yang telah dilakukan, mengkomunikasikan apa yang diharapkan
dalam pekerjaan, peluang untuk menciptakan gagasan baru dan meningkatkan proses
kerja, mengurangi keraguan karyawan tentang prestasi kerjanya, karyawan
mendapatkan saran-saran untuk meningkatkan produktivitas, penghargaan untuk
kontribusi positif serta memfasilitasi komunikasi dua arah dengan karyawan.
Sehingga pengelolaan kinerja
individu oleh manajer lini diharapkan berkontribusi terhadap pencapaian
strategi organisasi.
http://www.gmlperformance.com/gmlnew/berita-215-peran-manajer-lini-dalam-pengelolaan-kinerja-karyawan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar